Partai Biru yang Mengharu Biru & Dinamika Rivalitas Cawapres 2029

banner 468x60

Jakarta, Gantaranews.id – Mantan Presiden Joko Widodo curiga ada “orang besar” dibalik isu ijazah palsu dan isu pemakzulan Wapres Gibran. Tak lama kemudian ada beberapa petinggi Partai Demokrat sibuk membantah keterlibatan partainya di kedua isu tersebut lantaran beredar tuduhan keterlibatan partai berkostum warna biru.

Sebetulnya ada beberapa parpol yang kostumnya berwarga biru, ada Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Demokrat (PD). Untuk mencegah agar isu ini tidak berkembang liar, Ketum PSI Kaesang Pangerep angkat bicara.

“Sebenarnya kan kalau yang saya lihat, ketika Bapak berbicara, kan tidak ada yang menuduh partai biru. Saya juga melihat kemarin dari Partai Demokrat bersuara juga,” ujar Kaesang di kantor dewan pimpinan pusat PSI, Jakarta Pusat, pada Senin, 28 Juli 2025. Begitu seperti dilaporkan Tempo di website-nya pada 29 Juli 2025.

Jelas Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep meyakini bahwa ayahnya, mantan Presiden Joko Widodo tidaklah menganggap bahwa Partai Demokrat merupakan dalang di balik tudingan ijazah palsu Jokowi. Partai Demokrat sendiri sebelumnya telah membantah merupakan ‘partai biru’ yang disebut-sebut menggerakkan narasi atas ketidakpercayaan terhadap keaslian ijazah S1 Jokowi.

Bacaan Lainnya

Lalu apa sih yang sebenarnya terjadi? Yang sebenarnya terjadi adalah yang benar-benar terjadi. Maksudnya? Maksudnya memang ada yang terus menggosok (menggoreng) isu ijazah palsu ini. Itu jelas. Padahal kejadian serupa pernah terjadi sebelumnya. Dan yang sedang terjadi sekarang adalah sekedar isu yang diulang-ulang.

Joseph Goebbels sang agitator kesayangan Adolf Hitler mengajarkan soal teknik propaganda berbasis kebohongan ini. Kebohongan yang diulang-ulang.

“The concept of the “big lie,” popularized by Joseph Goebbels, refers to a propaganda technique that involves repeating a lie so frequently and on such a large scale that people eventually come to believe it, even if it is completely false.”

Konsep tentang “kebohongan besar” yang dipopulerkan oleh Joseph Goebbels, merujuk pada teknik propaganda yang melibatkan pengulangan kebohongan yang begitu sering dan dalam skala besar sehingga orang-orang akhirnya percaya, meskipun itu sepenuhnya keliru.

Selanjutnya, “This technique is based on the idea that people are more likely to believe a large, audacious lie than a smaller one, as they may assume that such a blatant falsehood would not be fabricated. Goebbels, as the Nazi Minister of Propaganda, used this technique extensively to manipulate public opinion in favour of the Nazi regime.”

Teknik ini didasarkan pada gagasan bahwa orang cenderung percaya pada kebohongan besar dan dahsyat ketimbang kebohongan kecil atau recah, karena mereka mungkin berasumsi bahwa kebohongan yang begitu dahsyat tidak mungkin dibuat-buat. Goebbels, sebagai Menteri Propaganda Nazi, menggunakan teknik ini secara ekstensif untuk memanipulasi opini publik demi mendukung rezim Nazi waktu itu.

Politik di Indonesia kontemporer memang jadi menarik untuk dicermati lantaran kekonyolan-kekonyolan seperti ini laku di pasar podcast youtube. Para komentator saling mengomentari yang isinya sebetulnya cuma mengulang-ulang saja. Sekedar memuaskan libido untuk saling mengejek atau meremehkan antitesa dari pendapatnya sendiri.

Lalu apakah esensi dari diskursus itu berkembang atau mengupas sampai ke kedalaman, sama sekali tidak. Kebisingan percakapan publik bergerak dengan gaya involutif, hanya berputar-putar (berpusing-pusing) tanpa terjadinya pengayaan makna.

Begitu pun isu pemakzulan Wapres Gibran, diulang-ulang terus. Ide yang sama sekali inkonstitusional dan tidak produktif dipercakapkan terus sampai ke titik jenuh yang bikin macet logika publik yang berkoresponden dengan konstitusi.

Dari analisa aktor-aktor politik yang menyoroti kepentingan masing-masing pihak serta kondisi faktualnya masing-masing, bisa didapati beberapa perspektif. Analisa pun merentang waktunya sampai ke Pemilu 2029, atau bahkan ditarik lebih jauh ke tahun 2034.

Sementara kalangan menerawang bahwa Presiden Prabowo Subianto bakal meneruskan pemerintahannya ke periode kedua 2029 – 2034. Ya, itu presidennya, tapi bagaimana dengan wakil presidennya? Apakah masih Gibran?

Baru Zulkifli Hasan (Ketum PAN) yang terang-terangan bilang untuk posisi presiden silakan Prabowo Subianto maju lagi untuk periode kedua, tapi untuk Wapresnya nanti kita bicarakan lagi.

Zulhas meminta agar PAN diajak bicara untuk menentukan calon wakil presiden yang akan mendampingi. Katanya dalam acara Halalbihalal di Kantor DPP PAN, Jakarta, Minggu 20 April 2025, “Saya juga sampaikan kepada Pak Prabowo, ‘yang penting, Pak, partai saya besar’. Itu yang paling penting. Kalau capres silakan (Prabowo), kalau wapres, kita bicara. Iya kan, kita bicara, gitu.”

Tapi siapa kader PAN yang cukup menonjol untuk digadang sebagai cawapres? Apakah Zulhas sendiri yang berambisi? Belum terdeteksi secara jelas. Sementara bisa diasumsikan Zulhas sendiri yang ditawarkan.

Sedangkan dari parpol lain yang potensi diajukan sebagai cawapres adalah Agus Harimurti Yudhoyono (Partai Demokrat) dan Puan Maharani (PDI Perjuangan). Keduanya diprediksi mesti (bakal) ‘bersaing’ dengan Gibran Rakabuming Raka sebagai petahana, yang dalam kongres PSI kemarin di Solo terdengar seruan bakal diusung kembali jadi wapresnya Prabowo.

Kaesang yang telah menyatakan tokoh nasional berinisial ‘J’ telah bersedia jadi Ketua Dewan Pembina PSI, dan isu ini membuat blantika perpolitikan nasional tambah seru. Paling tidak “perang narasi” dari proxy-nya masing-masing bakal terus bertebaran.

Beberapa pengamat memandang serius bergabungnya tokoh nasional berinisial ‘J’ tersebut. Diprediksi PSI bakal mendulang sekitar 8 sampai 9 persen kursi di DPR RI nantinya.

Ini kabar bagus buat PSI, tapi jadi potensi ancaman buat parpol-parpol lainnya. Yang jelas, masing-masing kandidat penantang Gibran memang punya motif untuk melancarkan ‘kampanye hitam’ demi mendiskreditkan Jokowi (lewat gorengan isu ijazah palsu) dan Gibran (lewat isu pemakzulan).

Kerja-kerja politik untuk menyambut tahun Pemilu 2029 de-facto telah dimulai sekarang. Politik yang etis dan yang tidak etis toh dilakukan, begitulah kenyataannya. Tinggal kita yang mesti kuat bertahan dengan kewarasan dan moralitas dalam berpolitik, melawan arus manipulasi post-truth.

Jakarta, Selasa 29 Juli 2025
Andre Vincent Wenas MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

Pos terkait