Surabaya Gantaranews.id — Ketua Pemuda Demokrat Indonesia Kota Surabaya, Bustomi Saputra, mengecam keras Pemerintah Kota Surabaya yang dinilainya berpangku tangan dan lamban menangani persoalan parkir liar yang semakin meresahkan masyarakat. Menurutnya, pemerintah kota gagal mengendalikan situasi yang kini bukan hanya mengganggu kenyamanan publik, tetapi juga memicu potensi konflik sosial.
“Pemkot Surabaya tidak boleh terus-menerus bersikap pasif. Masalah parkir liar ini sudah berlarut-larut tanpa solusi yang tegas,” ujar Bustomi dalam pernyataannya.
Ia menegaskan bahwa praktik pungutan liar di minimarket, pertokoan, restoran, hingga kawasan tepi jalan sudah berlangsung bertahun-tahun. Padahal, data resmi Dinas Perhubungan menyebutkan Surabaya memiliki 1.400 titik parkir resmi, namun di lapangan banyak aktivitas parkir dilakukan di luar titik resmi tersebut—tanpa izin, tanpa karcis, dan tidak memenuhi standar Perda 3/2018 tentang penyelenggaraan perparkiran.
Beberapa penertiban memang dilakukan, termasuk penyegelan puluhan minimarket yang kedapatan menarik biaya parkir tanpa jukir resmi. Namun Bustomi menilai langkah tersebut tidak menyelesaikan akar masalah. “Penertiban hanya bersifat temporer, bukan sistemik. Yang kita butuhkan adalah tata kelola dan penegakan hukum yang konsisten, bukan aksi sesaat,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyoroti munculnya sentimen sosial bernuansa etnis di ruang-ruang komentar media sosial, yang mengaitkan maraknya parkir liar dengan kelompok masyarakat tertentu. Narasi ini, menurutnya, berkembang karena pemerintah kota tidak segera meredam keresahan publik dan tidak memberikan penjelasan maupun tindakan yang jelas.
“Ini sangat berbahaya. Ketika pemerintah lamban bertindak, masyarakat mencari kambing hitam. Mulailah muncul stereotip dan prasangka yang mengarah pada konflik horizontal,” ujar Bustomi. “Padahal ini bukan persoalan etnis—ini persoalan tata kelola yang kacau dan lemahnya penegakan aturan.”
Ia mendesak Pemkot Surabaya untuk segera mengambil langkah menyeluruh, mulai dari penertiban rutin, pemeriksaan izin parkir, transparansi titik parkir resmi, hingga edukasi publik agar tidak menjadi korban pungutan liar. Menurutnya, keamanan sosial tidak boleh dikorbankan hanya karena masalah kecil yang dibiarkan membesar.
“Surabaya butuh pemerintah yang sigap, bukan pemerintah yang menunggu situasi meledak dulu baru bertindak,” tegasnya. “Kalau masalah ini terus dibiarkan, maka konflik sosial bisa menjadi kenyataan.”
Bustomi menutup pernyataannya dengan menyerukan tindakan segera dan tegas dari Wali Kota Surabaya. “Kota ini tidak boleh dikelola dengan cara reaktif. Wali kota harus turun tangan sekarang juga sebelum keresahan publik berubah menjadi perpecahan.”. (why







