Buruh Terjepit, Industri Terancam

banner 468x60

Gantaranews.id Surabaya 1 Mei 2025 Peringatan Hari Buruh Internasional tahun ini kembali diwarnai kegelisahan. Bukan hanya karena kesejahteraan buruh yang masih jauh dari harapan, tetapi juga karena sektor industri nasional yang kini berada di ujung tanduk. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terjadi, seiring dengan melemahnya daya saing industri dalam negeri yang tak kunjung mendapat perlindungan memadai.

Sekretaris Fraksi PKS DPRD Jawa Timur, H. Puguh Pamungkas, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi buruh yang semakin terjepit di tengah ancaman melemahnya industri. “Industri lesu, buruh jadi korban. Ini kenyataan pahit yang sedang kita hadapi. Ada yang harus segera dibenahi secara menyeluruh, dari hulu hingga hilir,” ujarnya.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa selama 2024 hingga awal 2025, lebih dari 77 ribu pekerja mengalami PHK, dan jumlah itu diperkirakan akan melonjak drastis seiring rencana efisiensi dari berbagai perusahaan besar, khususnya di sektor tekstil, elektronik, dan otomotif.

Puguh menilai bahwa berbagai kebijakan yang seharusnya memperkuat industri dalam negeri justru tidak berdampak signifikan, bahkan melemahkan posisi perusahaan nasional dalam bersaing. “Salah satunya adalah kebijakan impor yang tidak selektif, seperti Permendag No. 8 Tahun 2024, yang justru membuka keran impor barang jadi tanpa kontrol ketat. Ini membunuh industri dalam negeri secara perlahan,” tegasnya.

Bacaan Lainnya

Industri yang stagnan berakibat langsung pada lapangan kerja. Tidak ada investasi, berarti tidak ada produksi, dan ujungnya adalah PHK. Dalam situasi ini, buruh tidak hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga masa depan. “Buruh bukan sekadar angka statistik. Mereka adalah tulang punggung ekonomi. Jika industri tumbang, nasib buruh ikut karam,” ujar Puguh.

Selain itu, tantangan lain datang dari minimnya investasi teknologi dan insentif yang mendukung inovasi industri lokal. Banyak pengusaha tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman karena terbatasnya dukungan kebijakan fiskal dan perbankan. Akibatnya, produk dalam negeri sulit bersaing dari sisi kualitas dan harga.

Puguh mendorong agar pemerintah segera mengambil langkah konkret dengan cara:

Meninjau ulang kebijakan impor yang tidak berpihak pada industri nasional,

Memberikan insentif pajak dan bantuan permodalan bagi sektor industri padat karya,

Melakukan pelatihan vokasi dan peningkatan kompetensi buruh secara masif agar mampu beradaptasi dengan kebutuhan industri modern.

Kalau buruh terus menjadi korban dan industri terus terancam, bagaimana kita bisa bicara tentang kemajuan ekonomi? Sudah saatnya pemerintah hadir secara nyata, bukan hanya dalam wacana,” tegas Puguh.

Di akhir pernyataannya, ia menyerukan agar Hari Buruh 1 Mei 2025 menjadi titik balik perjuangan untuk memperbaiki nasib buruh dan menyelamatkan industri nasional. “Kita tak bisa terus menunggu. Jika industri mati, buruh pun habis. Kita harus bertindak sekarang.”(bgs)

Pos terkait