Surabaya, Gantaranews.id – Rumah yang sudah dihuni sejak 1963, dan diperoleh secara sah dari institusi resmi negara yaitu TNI AL. Tidak hanya itu, pemilik rumah tercatat rutin membayar PBB dan memiliki BPHTB sebagai bukti administratif sah, kini terancam di eksekusi.
Padahal sebelumnya, rumah tersebut sudah digugat oleh 3 orang berbeda yang diduga mafia tanah. Namun pengadilan memenang kan gugatan kepada pemilik sah rumah yang beralamatkan di Jl Dr Soetomo no 55, Surabaya. Namun kini rumah yang pemiliknya pensiunan AL yang diketahui sebagai anak buah KomodirnYos Sudarso sekaligus pahlawan negara ini, harus mengalami nasib pahit. Pasalnya pengadilan memenangkan penggugat yang ke 4, dan berencana mengeksekusinya.
Sontak rencana eksekusi dari pengadilan Negeri Surabaya jelas akan mendapat perlawanan, Grib Jaya Jatim, MAKI Jatim, Cobra 08. Mereka akan siap turun untuk membatalkan proses eksekusi, dan menjadi garda terdepan perlawanan atas mafia tanah yang didukung oleh mafia peradilan.
Melalui Akhmad Miftachul Ulum, Ketua DPD GRIB JAYA Jawa Timur. Sikap GRIB Jaya sangat jelas, yaitu akan melakukan perlawanan. Hal tersebut disebabkan oleh, proses hukum masih berjalan, dan keputusan Pengadilan Negeri Surabaya sarat akan kejanggalan
“Ini bukan sekadar soal rumah, ini adalah simbol perlawanan rakyat terhadap mafia tanah dan mafia hukum. Bila negara tunduk pada kekuatan surat palsu, maka keadilan benar-benar sudah mati,” tegas Akhmad Miftachul Ulum, Ketua DPD GRIB JAYA Jawa Timur.
Tak jauh beda dengan Ulum, Dr. David Andreasmito, Pembina GRIB Jatim, mengungkap bahwa pihaknya sangat mencurigai motif di balik percepatan eksekusi ini. Ia menyebut bahwa pemilik rumah sempat menang hingga tingkat PK dari gugatan sebelumnya, namun kemudian muncul skenario baru yang meragukan.
“Ada rekayasa hukum. Seseorang bernama Rudianto yang telah berstatus DPO, menjual rumah ini ke Handoko. Tidak ada bukti pembayaran, tidak ada penyerahan objek. Tapi hakim bisa dikelabui hanya dengan keterangan sepihak dari notaris,” ujar Dr. David.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa proses eksekusi terkesan dipaksakan setelah pihak yang bersangkutan menolak diperiksa oleh penyidik kepolisian. Bahkan, dijadwalkan ulang hingga tiga kali sebelum akhirnya mengklaim sakit, lalu mendadak muncul surat eksekusi.
“Saya curiga ada permainan waktu. Dia menghindar dari proses hukum demi mendahului eksekusi. Bahkan notaris yang terlibat juga enggan diperiksa. Ini akrobat hukum,” imbuhnya.
Dr. David juga menyerukan agar Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, hingga Presiden RI turun tangan melihat potensi kericuhan jika eksekusi tetap dilanjutkan.
“Saya ingin Pak Presiden tahu: ini rumah milik warga yang sudah tinggal sejak 1963, dibeli sah dari TNI AL, bayar pajak tiap tahun. Sekarang mau dirampas oleh yang tidak pernah bayar sepeser pun. Ini bentuk perampokan legal,” ujar David dengan nada tegas.
Menambahi Dr David dan Ulum, koordinator MAKI Jatim, melihat perlawanan ini bukan sekedar membela sang pemilik rumah. namun demi menjaga integritas hukum itu sendiri.
“Kami tidak akan diam ketika rakyat ditindas dengan cara-cara licik. Jika aparat negara tidak membela yang benar, maka kami yang akan berdiri di garis depan,” kata Heru lantang.
“Kami tidak mengenal kata chaos, kami menghormati kontitusi dan hukum. Dan kami masih komunikasi dengan Komnas HAM, Menteri dan Presiden. Namun jika mereka tetap memaksakan keputusan hukum yang cacat dan semena mena, maka kami tidak akan sungkan sungkan turun dengan kekuatan penuh dari berbagai element masyarakat untuk Puputan demi keadilan dan supremasi hukum,” tambah Heru.(Why)